ESSAI NARATIF

ESSAI NARATIF

Selasa, 20 Juni 2023 16:12 WIB
94 | -

SUARA SANG ORATOR

( FADILLAH FEBRIYANTI )

Ketika masalah itu muncul ketenangan menjadi penggalan yang tidak boleh dilewatkan, terkadang tanpa sadar kita melakukan penilaian terhadap masalah tersebut. Karena saat dihadapkan dengan sebuah masalah, ada kalanya seseorang akan merasa gelagapan sehingga tidak dapat berpikir bagaimana untuk menemukan solusinya?

Sebesar apapun masalah, tergantung bagaimana cara menyikapinya. Saat hal tidak menyenangkan masuk dalam ranah kehidupan, bak diterpa anila kencang yang sewaktu-waktu dapat goyah dan terambau. Inilah kisahku gadis berusia 25 tahun, berkulit sawo matang dengan perawakan tubuh mungil yang juga merupakan seorang guru di tingkat Sekolah Dasar nyaris dua tahun mengajar di kelas satu.

Sejak dulu aku memang berangan-angan menjadi seorang guru. Bukankah mengembirakan bisa berbagi tentang apa saja yang telah didapat, kemudian hasil dari berbagi mampu berpindah tangan lalu membagikannya pula pada orang lain, bukankah menyenangkan bisa menjadi sejarah dalam perjalanan kehidupan mereka?

Mulai bising terdengar seruan di telinga, semakin banyak mulut bersuara,  yang dulu hanya kabar biasa kini menjadi berita utama di seluruh bumi pertiwi. Hari ini dunia pendidikan telah terbebas dari belenggu pembelajaran secara daring yang artinya ini merupakan tahun pertamaku bertatap langsung dengan mereka para calon peserta didikku, karena dua tahun terakhir semesta telah diguncangkan oleh fenomena Covid-19 yang telah berhasil menyita seluruh perhatian masyarakat di penjuru buana.

Setelah menempuh jalan yang penuh akan polusi asap kendaraan, akhirnya aku tiba di sebuah gedung bercat hijau tempatku mengajar, aku langsung memakirkan sepeda motor kesayanganku di pelataran halaman sekolah nan rindang. Saat bentala sunyi hanya ditemani dinginnya pagi nan kini teralihkan oleh hangatnya mentari yang mampu menembus dedaunan. Mulanya aku mengira suasana sekolah masih tampak senyap karena sang waktu baru menunjukkan pukul 06.40 pagi hingga akhirnya aku tidak mampu berucap melihat apa yang tengah menyapaku, hiruk-piruk para orang tua yang mendampingi sang buah hati tercinta memasuki fase baru dalam rekam jejak pendidikannya.

Kelas satu tingkat Sekolah Dasar merupakan fase peralihan dari masa Taman Kanak-kanak menuju ke Sekolah Dasar . Kelas satu itu lucu, mood mengajar akan selalu bagus saat bertemu dengan mereka melihat tingkah konyol dan kepolosan serta karakter mereka yang berbeda-beda ada yang pemberani, pemalu bahkan penakut. Namun di samping itu sering kali muncul problematika ketika aku memberikan pelajaran kepada mereka. Inginku membuat mereka dapat memadupadankan aksara menjadi kata dengan mudah sehingga mereka cakap dalam belajar membaca melalui ilustrasi sederhana.

Memanfaatkan perantara bercorak ilustrasi sederhana disertai potongan kepingan aksara dalam pembelajaran. Perantara ilustrasi sederhana berupa elemen raga seperti mata, hidung, telinga dan lain sebagainya. Dengan gelora nan menyala aku menyediakan potongan aksara A hingga Z menyalurkan konsep yang terpatri dalam imaji. Berharap pembelajaran ini berhasil karena mencuatnya aksi menyenangkan serta memikat dipadukan dengan sesuatu yang digemari oleh mereka.

Pembelajaran dimulai dengan mengekshibisi nama elemen raga kepada mereka, dengan memandang secara langsung dan memperagakan pada diri sendiri tentang nama elemen raga serta menuturkanya secara bersama-sama melalui raga mereka sendiri. Setelah mereka megetahui nama elemen raga masing-masing maka dengan mudah mereka memadupadankan aksara dengan nama elemen yang sesuai dengan bagian raga yang diekshibisikan. Komando yang kuberikan kepada mereka dengan mengamati diri sendiri dan menyebutkan nama elemen raga yang ada pada diri mereka masing-masing.

Aku membagi mereka menjadi beberapa fraksi, setiap fraksi beranggotakan empat orang. Setiap fraksi diberikan ilustrasi sederhana dan kepingan aksara yang dapat membentuk kata. Setelah itu mereka mengamati ilustrasi sederhana yang kemudian ditempelkan dan mencari aksara yang mampu membentuk kata sesuai dengan ilustrasi sederhana yang didapat, aksi ini dilakukan selama tiga puluh menit.

Namun ada juga hal-hal yang tidak menyenangkan melihat karakter mereka yang berbeda-beda. Antara lain ada yang suka mengganggu temannya, ada yang suka berlari-lari, menangis bahkan ada yang tidak ingin ikut belajar untuk membaca ataupun menulis. Hal itu kadang membuatku penat bahkan semua kemampuan aku kerahkan untuk bisa mengatasi mereka di dalam kelas pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Proses pembelajaran menggunakan ilustrasi sederhana dan potongan aksara juga tidak serta merta langsung membuat mereka mudah beradaptasi akan materi pelajaran yang kian banyak. Menyapa demikian? Ada yang bisa menjawab?

Suatu proses belajar tidak ada yang ekspres, hasil belajar tidak dapat dilihat dalam waktu sekejap mata. Di dalam prosesnya pasti akan menemukan mereka yang mengalami kendala belajar bahkan mereka yang tidak paham akan materi pelajaran. Fenomena Covid-19 merupakan salah satu hal yang memaksa sekolah menerapkan pembelajaran secara daring yang berdampak pada kemampuan mereka dalam menerima pelajaran.

Aku meraih onggokan kertas yang tergeletak di dekat tumpukan buku lainnya, kubaca dengan teliti tiap detail data diri mereka. Minoritas dari mereka tidak mengenyam pendidikan di Taman Kanak-kanak. Karena maraknya fenomena Covid-19 yang kian mendunia para orang tua takut mereka belum memahami protokol Covid-19 dan tidak menutup kemungkinan mereka ikut terjangkit virus tersebut. Bahkan ada juga yang beranggapan bahwasannya situasi buana yang masih sakit  mengakibatkan suasana menjadi belum kondusif serta masalah finansial mengenai pembayaran biaya di Taman Kanak-kanak yang lumayan menguras kantong sehingga para orang tua lebih memilih langsung menyekolahkan mereka di tingkat Sekolah Dasar. Mirisnya beberapa dari mereka yang tidak mengenyam pendidikan di Taman Kanak-kanak maupun mengikuti bimbingan les yang hanya ingin mengandalkan belajar di sekolah saja.

Hal inilah yang membuatku sering kali kewalahan menyajikan setiap materi kepada mereka dan setiap hari selalu ada saja tingkah yang mereka buat. “Kenapa membaca terus bu, kapan istirahat” keluh salah satu dari mereka. Di Taman Kanak-kanak memang lebih menggalakkan bermain, bernyanyi bahkan mewarnai. Berbeda jika di kelas satu Sekolah Dasar, akan lebih banyak memperoleh tugas yang menuntut mereka menulis dan membaca. Kurikulum Sekolah Dasar lebih memusatkan pada kemampuan dasar belajar baik itu membaca, menulis dan berhitung dibandingkan di Taman Kanak-kanak.

Bukan hanya pelajaran baca tulis dan berhitung namun juga ada beberapa mata pelajaran lain yang diajarkan di kelas satu. Sedangkan tidak semua materi pelajaran cocok menggunakan ilustrasi sederhana dan potongan aksara. Bagiku kemampuan yang telah dikerahkan tidak setaraf dengan masa depan mereka para peserta didikku, karena aku meyakini merekalah yang kelak akan membaharui kehidupan keluarga dan daerah mereka masing-masing menjadi lebih baik.


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini